MAKALAH FIQIH
“PERKAWINAN”
OLEH
:
· LA ZEKI
KEMENTERIAN
AGAMA
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 2 AMBON
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul perkawinan. Pada makalah ini
kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari
berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini sangat jauh dan sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan
terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang
membaca…
TULEHU, 26 januari 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata pengantar
.............................................................................................
i
Daftar isi
.......................................................................................................
ii
BAB I. Pendahuluan
A. Latar belakang
..............................................................................1
B. Rumusan masalah
........................................................................1
C. Tujuan penulisan ..........................................................................1
BAB
II. Pembahasan
A. perkawinan....................................................................................2
B. persiapan pelaksanaan perkawinan...............................................5
C. pelaksanaan
perkawinan...............................................................8
D. undang-undang hukum perkawinan di
indonesia.........................12
BAB III. Penutup
A.Kesimpulan ....................................................................................13
B. Saran
.............................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkawinan/kawin, dalam bahasa arab disebut nikah ( ) yang berarti mengumpulkan,
menjodohkan, atau bersetubuh. Menurut istilah dalam fiqih, nikah adalah suatu
akad yang menghalalkan pergaulan antara keduanya antara seorang laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara 2 orang, yaitu
laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk
mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat
islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang
akan pemakalah paparkan dalam makalah ini adalah:
1) Apa yang dimaksud perkawinan?
2) Apa Hukum bagi orang yang melakukan waliamah?
3) rukun dan syarat pernikahan?
4) macam-macam mahar?
5) hikmah zina dan walimah?
C.
TUJUAN PENULISAN
a. mengetahui
pengertian perkawinan
b. mengetahui
hukum-hukum nikah
c. mengetahui
ayat-ayat dan hadis yang ada pada perkawinan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKAWINAN
1. PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan/kawin, dalam bahasa arab
disebut nikah ( ) yang
berarti mengumpulkan, menjodohkan, atau bersetubuh. Menurut istilah dalam
fiqih, nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara keduanya
antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan menimbulkan hak
dan kewajiban antara keduanya.
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir
antara 2 orang, yaitu laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu
rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut
ketentuan-ketentuan syariat islam.
Allah swt berfirman:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ
خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah.
QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 49
QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 49
2. HUKUM PERKAWINAN
Hukum ada 5 sesuai dengann situasi dan
kondisi seseorang.
1) Jaiz (boleh), sebagai asal dari hukum
nikah, yaitu bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau faktor yang
melarang untuk nikah.
2) Sunnah, yaitu bagi yang berkehendak nikah
serta cukup mampu untuk memberikan nafkah, secara lahir maupun batin.
3) Wajib, yaitu bagi seorang yang sudah
mampu memberikan nafkah lahir dan batin serta ada kekhawatiran berbuat zina.
4) Makhruh, bagi seorang yang tidak mampu
memberikan nafkah secara lahiriah, sebab akan membawa kesengseraan bagi
dirinya, istri, maupun anak-anaknya.
5) Haram, bagi seorang yang pernikahannya
bertujuan menyakiti istrinya.
3. MACAM-MACAM PERKAWINAN
TERLARANG/DIHARAMKAN
a. Perkawinan mut’ah ( )
Adalah perkawinan yang dilakukan
seseorang dengan tujuan semata-mata memuaskan hawa nafsu dan bersenang-senang
untuk sementara waktu.
b. Perkawinan syigar( )
Adalah perkawinan saling tukar menukar
tanpa menggunakan maskawin. Nikah jenis ini sangat dilarang oleh rasulullah
saw.
c. Perkawinan tahlil( )
Adalah perkawinan yang dilakukan oleh
seorang muhalil terhadap seorang perempuan yang telah ditalak 3 oleh suaminya
(janda), dengan tujuan agar mantan suami muhal lal lahu dapat mengawini lagi
perempuan tersebut.
d. Perkawinan antara agama( nikah silang)
Adalah perkawinan antara orang islam
dengan orang non-islam.
e. Perkawinan khadan( )
Yaitu perkawinan yang hanya sekedar
menjadikan perempuan sebagai piaraan (gundik) dan pemuas hawa nafsu lelaki,
sehingga tidak sesuai dengan tujuan perkawinan. Hukumnya haram jika melakukan
perkawinan ini. Allah swt berfirman:
وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ
dan bukan (pula) wanita yang
mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;
QS:An-Nisaa | Ayat: 25
وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ
tidak dengan maksud berzina
dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
QS:Al-Maidah | Ayat: 5
f.
Perkawinan
hadal( )
Adalah perkawinan dengan cara pertukaran
istri/suami dengan barang dagangan sehingga bisa terjadi dengan tukar tambah.
g. Perkawinan istinda(
)
Adalah perkawinan hanya untuk mendapatkan
anak. Misalnya, sepasang suami istri yang dalam perkawinannya menginginkan anak
dari orang lain, lalu suami tersebut menyuruh istrinya agar minta disetubuhi
oleh laki-laki lain.
h. Perkawinan raht(
)
Adalah perkawinan yang dilakukan
beramai-ramai, tetapi ketika permpuan itu melahirkan anak, maka yang mewakili
menjadi bapak anak hasil persetubuhannya salah satu diantara mereka.
i.
Perkawinan
bugaya/zawani(
)
Seorang wanita bertindak sebagai wanita tunasusila
dan tidak menolak pria siapapun yang akan menggaulinya. Apabila dia hamil dan
melahirkan, ia memanggil semua yang telah mempersetubuhinya dan pula memanggil
seorang “qufah”, yaitu orang yang ahli mempersamakan bentuk rupa. Qafah
tersebut akan mempersamakan bayi dengan salah satu dari mereka dan siapa saja
yang menurut qufah ada kemiripan dengan bayi tersebut, maka ia hars mengakui
bayi sebagai anaknya.
j.
Perkawinan
sejenis
Hal ini merupakan perbuatan bejat yang
dilarang keras dalam islam sejak awal terjadinya pada zaman nabi luth a.s,
dalam q.s asy-syu’ara 26:165-171.
4. HIKMAH PERKAWINAN
a. Melestarikan keturunan
b. Untuk mententramkan jiwa dan raga
c. Menghindarkan perbuatan tercela
d. Peningkatan produktivitas
e. Meringankan beban
B. PERSIAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN
1. Meminang
Khitbah artinya pinangan/lamaran, yaitu
permintaan seseorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan
istrinya. Hukum meminang adalah boleh(mubah).
Allah swt berfirman:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ
خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ
Dan tidak ada dosa bagi kamu
meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hatimu.
QS:Al-Baqarah | Ayat: 235
2. Perempuan yang boleh dipinang
a. Perempuan yang tidak terikat tali
perkawinan
b. Perempuan yang tidak dalam masa id’dah
c. Perempuan yang tidak dalam pinangan orang
lain
3. Cara melakukan pinangan
1) Sarih,
artinya terang-terangan, yaitu pinangan kepada seorang perempuan yang masih
gadis atau janda yang telah habis masa iddahnya.
2) Kinayah, artinya sendirian, yaitu
pinangan kepada seorang perempuan janda yang masih masa iddah ditinggal mati
suaminya.
4. Melihat calon suami/istri
Bagi seorang laki-laki yang hendak mempersunting
seorang perempuan untuk dijadikan istrinya sangat dianjurkan untuk mengenalinya
dahulu.
Demikian, tentunya tidak boleh dilakukan boleh
dilakukan secara berduaan/berpacaran yang mengundang perbuatan maksiat. Dalam
al-qur’an disebutkan sebagai berikut:
وَلَا تَقْرَبُوا
الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
QS:Al-Israa' | Ayat: 32
QS:Al-Israa' | Ayat: 32
5. Beberapa sebab mahram nikah dan pembagiannya
a. Sebab-sebab haram untuk mu’abbad.
Tujuh orang yang diharamkan dinikahi karena keturunan,
yaitu:
1) Ibu dan seterusnya keatas
2) Anak perempuan dan seterusnya kebawah
3) Saudara perempuan (sekandung, seayah,
atau seibu)
4) Bibi (saudara ibu, baik sekandung/perantaraan
ayah/ibu).
5) Saudara ayah, baik sekandung/ dengan
perantaraan ayah/ibu).
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki
terus kebawah.
7) Anak perempuan dari saudara perempuan
terus kebawah.
Dua orang yang diharamkan karena faktor susuan, yaitu:
1)
Ibu
yang menyusuhi
2)
Saudara
perempuan yang mempunyai hubungan susuan.
Empat orang yang diharamkan karena hubungan
musaharah/perkawinan:
1) Ibu istrinya (mertua) dan seterusnya
keatas, baik ibu dari keturunan atau susunan.
2) Rabibah, yaitu anak tiri, jika sudah
bercampur dengan ibunya.
3) Bekas menantu perempuan.
4) Ibu tiri (wanita-wanita yang pernah di
kawini oleh ayah, kakek, sampai keatas).
b. Sebab-sebab haram perkawinan sementara
(gaina mu’abad).
1) Pertalian perkawinan (masih bersuami).
2) Talak ba’iu kubra (perceraian sudah 3 kali).
3) Bermadu dua orang perempuan bersaudara
Allah swt berfirman:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak
kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
QS:An-Nisaa | Ayat: 23
QS:An-Nisaa | Ayat: 23
4) Berpoligami lebih dari empat orang istri
5) Perbedaan agama
6. Prinsip-prinsip kafa’ah dalam perkawinan
Kafa’ah biasa disebut kafu, artinya ada
persamaan tingkat/derajat. Artinya apabila ada perempuan hendak dikawinkan
dengan laki-laki yang tidak sederajat, maka pihak perempuan berhak menolaknya.
7. Mahar
a. Pengertian dan hukum mahar
Mahar/maskawin adalah pemberian wajib
dari suami kepada istrinya dengan sebab pernikahan.maskawin hukumnya wajib,
tetapi menyebutkannya dalam akad nikah hukumnya sunnah.
Firman allah swt, dalam al-qur’an
ۚوَآتُوا
النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan. QS:An-Nisaa |
Ayat: 4
b. Ukuran mahar
Tidak ada batasan besar kecil/banyak
sedikitnya maskawin. Berdasarkan keterangan tersebut dapat di simpulkan bahwa
ukuran mahar tidak dibatasi minimal dan maksimalnya, tetapi batasannya adalah
kewajaran menurut ukuran masyarakat setempat.
c. Macam-macam mahar
-ditinjau dari segi disebutkan /tidaknya maskawin (mahar),
maka ada dua macam mahar
-ditinjau dari segi penyerahannya, mahar dapat dibagi pula
menjadi 2 jenis
C. PELAKSANAAN PERKAWINAN
1. Hukum dan syarat perkawinan
Ada 5 rukun niakh dan beberapa syarat, yaitusebagai berikut:
a. Mempelai pria (calon suami) dengan
syarat-syarat:
·
Jelas
kelaki-lakiannya
·
Beragama
islam
·
Buka
laki-laki yang mempunyai 4 istri
·
Tidak
ada hubungan musaharah (mertua)
·
Laki-laki
itu tidak menhimpun dua orang wanita berdaudara sekandung
·
Buakan
dalam keadaan ihram untuk haji dan umrah
b. Mempelai wanita (calon istri)
syarat-syaratnya:
·
Jelas
status keperempuannya
·
Beragama
islam
·
Tidak
dalam perkawinan dengan orang lain
·
Bukan
perempuan yang dalam iddah
·
Tidak
ada hubungannya mahram dengan calon suami
·
Atas
kemauan sendiri (bagi janda)
·
Telah
mendapat izin dari walinya (bagi gadis)
·
Tidak
pernah dituduh berbuat zina oleh suaminya
·
Tidak
dalam keadaan ihram haji dan umrah
c. Wali (bagi mempelai wanita) dengan
syarat-syarat:
·
Islam
·
Balig
·
Berakal
·
Adil
·
Laki-laki
·
Tidak
sedang ihram dan umrah
·
Mempunyai
hak untuk menjadi wali
d. Saksi, syarat-syaratnya:
·
Dua
orang laki-laki
·
Beragama
islam
·
Balig
(dewasa)
·
Merdeka
(bukan budak)
·
Berakal
·
Melihat
dan mendengar
·
Memahami
bahasa yang digunakan dalam akad
·
Tidak
sedang mengerjakan ihram haji/umrah
·
Hadir
dalam ijab kabul
e. Sigat (ijab kabul) yaitu perkataan dari
pihak wali perempuan. Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut:
·
Harus
menggunakan kata yang bermakna nikah, baik dengan bahasa arab/daerah
·
Lafal
ijab kabul diucapkan oleh pelaku akad nikah
·
Pelaksanaan
ijab kabul berada dalam satu majelis
·
Tidak
digantungkan dengan suatu syarat
·
Tidak
dibatasi dengan waktu tertentu
·
Majelis
ijab kabul harus dihadiri dengan minimal 4 orang, yaitu calon mempelai
pria/wakilnya, wali dari mempelai wanita/wakilnya dan dua orang saksi
2. Kedudukan wali dalam perkawinan
a. Pengertian dan kedudukan wali
Wali berarti orang yang meguasai dalam perkawinan, wali
berarti orang yang berhak mengawinkan seorang perempuan yang berada dalam
kekuasaannya dengan laki-laki sesuai aturan syariat islam.
b. Macam-macam dan tingkatan wali
1) Wali nasab
2) Wali hakim
3) Wali mujbir
4) Wali adal (tidak mau menikahkan)
c. Perwakilan dalam akad nikah
3. Kedudukan saksi dalam perkawinan
Perkawinan tidak sah tanpa ada saksi, sabda rasulullah saw:
“dari aisyah r.a dari nabi saw beliau bersabda “tidak sah
suatu pernikahan, kecuali dengan adanya wali dua orang saksi yang adil”. (H.R.
AHMAD DAN BAIHAQI).
4. Ijab kabul dalam perkawinan
Adalah ucapan serah terima pernikahan yang dilakukan oleh
wali mempelai perempuan dan mempelai laki-laki/yang mewakilinya ijab kabul
adalah salah satu rukun nikah.
-
Khutbah
nikah
Merupakan perbuatan yang hukumnya madubah /sunnah yang
disampaikan sebelum akad nikah dilangsungkana.
5. Walimah
a. Pengertian walimah
Menurut bahasa walimah artinya pertemuan atau berkumpulnya
sesuatu. Jadi walimah adalah jamuan makanan yang dilaksanakan dalam acara
pernikahan/sesudahnya yang disebut dengan walimah urusy (perjamuan untuk
perkawinan).
b. Hukum mengadakan walimah dan
menghadirinya
Menurut mayoritas ulama, hukumnya sunnah mu’akad. Tidak
wajib, karena walimah pada hakikatnya pemberian makanan, ketika nabi saw
melihat upacara pernikahan abdurahman bin auf, beliau bersabda:
“semoga allah memberkatimu, buatlah walimah, meskipun hanya
dengan seekor kambing. (H.R. MUTAFAQ ALAIH)
c. Hikmah walimah
-
Mengabarkan
kepada masyarakat bahwa hubungan pernikahan telah resmi
-
Tanda
bersyukur dan membagi rasa kebahagiaan kepada orang lain
-
Memotivasi
orang lain agar melakukan pernikahan dengan sah dan benar, sebab membawa
ketentraman.
6. Hak dan kewajiban suami istri
a. Kewajiban bersama suami istri
1) Mewujudkan pergaulan yang serasi, rukun,
damai dan saling perhatian
2) Menyayangi anak memelihara, menjaga,
mengajar dan mendidiknya
3) Menghormati dan bebuat baik kepada
keluarga keduanya.
b. Kewajiban suami
1) Membayar mahar dan memberi nafkah
2) Menggauli istrinya secara baik dan
harmonis serta adil
3) Memimpin keluarga dan memberikan
bimbingan yang benar
c. Kewajiban istri
1) Taat dan patuh pada suaminya
2) Menjaga diri, kehormatan dan rumah
tangganya
3) Membantu suami dalam mengatur rumah
tangga dan kesejahteraannya
D. UNDANG-UNDANG HUKUM PERKAWINAN
DIINDONESIA
1. Perkawinan dalam UU RI. NO 1 tahun 1994
2. Perkawinan dalam kompilasi hukum islam di
indonesia
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara 2 orang, yaitu
laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk
mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat
islam.
B. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, tentunya makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangatlah
diharapkan penulis untuk memperbaiki makalah ini. Penulis juga minta maaf
apabila ada penulisan atau ulasan yang salah atau kurang. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Sabiq, Sayyid, (1983), Fiqh Sunnah, Semarang; Birut Dar
al-Fikr
Ja’far, Abidin. 2006. Hadits Nabawi. MT. Furqan: Banjarmasin
Muhammad, Syekh. 1994. Penafsiran Hadis Rasulullah SAW secara
kontekstual. Trigenda Karya: Bandung
Rusyd, Ibnu. 1990. Bidayatul Mujtahid. Asy-Syifa: semarang
Sabiq, Sayyid. 1995. Fiqih Sunah 9. Al-Ma’arif: Bandung
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Asy-Syifa, (Semarang: 1990).
Drs. H. A. Djazuli, Fiqih Jjinayah, PT. Grafindo Persada,
(Jakarta: 1997),
H. Abidin Ja’far, Lc., MA, Hadits Nabawi, CV. MT. Furqan,
(Banjarmasin: 2006).
Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi Al-Bantani, Penafsiran
Hadis Rasulullah SAW Secara Kontekkstual, Trigenda Karya, (Bandung: 1994),
Fathi Bahansyi,
Al-Siyasah al-Jinayah,
Sayyid Sabiq, Fiqih
Sunah 9, PT. Al-Ma’arif, (Bandung: 1995),
Musthafa Diibul Bigha,
Fiqih Syafi’I, CV. Bintang Pelajar, (Jakarta: 1984),
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta:
Sinar Grafika, 2005
Imam Hasan al-Banna, Fiqih Sunnah Jilid 3, Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar