Senin, 04 Mei 2015

MAKALAH PERKAWINAN ATAU PERNIKAHAN DALAM AGAMA ISLAM

MAKALAH FIQIH

PERKAWINAN

Departemen Agama.jpg
OLEH :
·         LA ZEKI 





KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 AMBON
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul perkawinan. Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dan sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…



TULEHU, 26 januari 2015


Penyusun,

DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................. i
Daftar isi ....................................................................................................... ii

BAB I. Pendahuluan
A.   Latar belakang ..............................................................................1

B.   Rumusan masalah ........................................................................1

C.   Tujuan penulisan ..........................................................................1

BAB II. Pembahasan
A.   perkawinan....................................................................................2

B.   persiapan pelaksanaan perkawinan...............................................5

C.   pelaksanaan perkawinan...............................................................8

D.   undang-undang hukum perkawinan di indonesia.........................12

BAB III. Penutup
A.Kesimpulan ....................................................................................13

B. Saran ............................................................................................. 13


DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................14
 

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkawinan/kawin, dalam bahasa arab disebut nikah (                ) yang berarti mengumpulkan, menjodohkan, atau bersetubuh. Menurut istilah dalam fiqih, nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara keduanya antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara 2 orang, yaitu laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat islam.
B.   RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan pemakalah paparkan dalam makalah ini adalah:
1)  Apa yang dimaksud perkawinan?
2)  Apa Hukum bagi orang yang melakukan waliamah?
3)  rukun dan syarat pernikahan?
4)  macam-macam mahar?
5)  hikmah zina dan walimah?

C.  TUJUAN PENULISAN
a.       mengetahui pengertian perkawinan
b.       mengetahui hukum-hukum nikah
c.       mengetahui ayat-ayat dan hadis yang ada pada perkawinan



BAB II
PEMBAHASAN
A.      PERKAWINAN
1.      PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan/kawin, dalam bahasa arab disebut nikah (                ) yang berarti mengumpulkan, menjodohkan, atau bersetubuh. Menurut istilah dalam fiqih, nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara keduanya antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara 2 orang, yaitu laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat islam.
Allah swt berfirman:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 49

2.      HUKUM PERKAWINAN
Hukum ada 5 sesuai dengann situasi dan kondisi seseorang.
1)     Jaiz (boleh), sebagai asal dari hukum nikah, yaitu bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau faktor yang melarang untuk nikah.
2)     Sunnah, yaitu bagi yang berkehendak nikah serta cukup mampu untuk memberikan nafkah, secara lahir maupun batin.
3)     Wajib, yaitu bagi seorang yang sudah mampu memberikan nafkah lahir dan batin serta ada kekhawatiran berbuat zina.

4)     Makhruh, bagi seorang yang tidak mampu memberikan nafkah secara lahiriah, sebab akan membawa kesengseraan bagi dirinya, istri, maupun anak-anaknya.
5)     Haram, bagi seorang yang pernikahannya bertujuan menyakiti istrinya.
3.      MACAM-MACAM PERKAWINAN TERLARANG/DIHARAMKAN
a.       Perkawinan mut’ah (                                           )
Adalah perkawinan yang dilakukan seseorang dengan tujuan semata-mata memuaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu.
b.       Perkawinan syigar(                                       )
Adalah perkawinan saling tukar menukar tanpa menggunakan maskawin. Nikah jenis ini sangat dilarang oleh rasulullah saw.
c.       Perkawinan tahlil(                                         )
Adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang muhalil terhadap seorang perempuan yang telah ditalak 3 oleh suaminya (janda), dengan tujuan agar mantan suami muhal lal lahu dapat mengawini lagi perempuan tersebut.
d.       Perkawinan antara agama( nikah silang)
Adalah perkawinan antara orang islam dengan orang non-islam.

e.       Perkawinan khadan(                                             )
Yaitu perkawinan yang hanya sekedar menjadikan perempuan sebagai piaraan (gundik) dan pemuas hawa nafsu lelaki, sehingga tidak sesuai dengan tujuan perkawinan. Hukumnya haram jika melakukan perkawinan ini. Allah swt berfirman:

وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ
 dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;
QS:An-Nisaa | Ayat: 25
وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ
tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. 
QS:Al-Maidah | Ayat: 5
f.        Perkawinan hadal(                                              )
Adalah perkawinan dengan cara pertukaran istri/suami dengan barang dagangan sehingga bisa terjadi dengan tukar tambah.
g.       Perkawinan istinda(                                                )
Adalah perkawinan hanya untuk mendapatkan anak. Misalnya, sepasang suami istri yang dalam perkawinannya menginginkan anak dari orang lain, lalu suami tersebut menyuruh istrinya agar minta disetubuhi oleh laki-laki lain.
h.      Perkawinan raht(                                               )
Adalah perkawinan yang dilakukan beramai-ramai, tetapi ketika permpuan itu melahirkan anak, maka yang mewakili menjadi bapak anak hasil persetubuhannya salah satu diantara mereka.
i.         Perkawinan bugaya/zawani(                                                            )
Seorang wanita bertindak sebagai wanita tunasusila dan tidak menolak pria siapapun yang akan menggaulinya. Apabila dia hamil dan melahirkan, ia memanggil semua yang telah mempersetubuhinya dan pula memanggil seorang “qufah”, yaitu orang yang ahli mempersamakan bentuk rupa. Qafah tersebut akan mempersamakan bayi dengan salah satu dari mereka dan siapa saja yang menurut qufah ada kemiripan dengan bayi tersebut, maka ia hars mengakui bayi sebagai anaknya.
j.         Perkawinan sejenis
Hal ini merupakan perbuatan bejat yang dilarang keras dalam islam sejak awal terjadinya pada zaman nabi luth a.s, dalam q.s asy-syu’ara 26:165-171.
4.      HIKMAH PERKAWINAN
a.       Melestarikan keturunan
b.       Untuk mententramkan jiwa dan raga
c.       Menghindarkan perbuatan tercela
d.       Peningkatan produktivitas
e.       Meringankan beban
B.      PERSIAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN
1.      Meminang
Khitbah artinya pinangan/lamaran, yaitu permintaan seseorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istrinya. Hukum meminang adalah boleh(mubah).
Allah swt berfirman:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
QS:Al-Baqarah | Ayat: 235

2.      Perempuan yang boleh dipinang
a.       Perempuan yang tidak terikat tali perkawinan
b.       Perempuan yang tidak dalam masa id’dah
c.       Perempuan yang tidak dalam pinangan orang lain
3.      Cara melakukan pinangan
1)      Sarih, artinya terang-terangan, yaitu pinangan kepada seorang perempuan yang masih gadis atau janda yang telah habis masa iddahnya.
2)     Kinayah, artinya sendirian, yaitu pinangan kepada seorang perempuan janda yang masih masa iddah ditinggal mati suaminya.
4.      Melihat calon suami/istri
Bagi seorang laki-laki yang hendak mempersunting seorang perempuan untuk dijadikan istrinya sangat dianjurkan untuk mengenalinya dahulu.
Demikian, tentunya tidak boleh dilakukan boleh dilakukan secara berduaan/berpacaran yang mengundang perbuatan maksiat. Dalam al-qur’an disebutkan sebagai berikut:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
QS:Al-Israa' | Ayat: 32

5.      Beberapa sebab mahram nikah dan pembagiannya
a.       Sebab-sebab haram untuk mu’abbad.
Tujuh orang yang diharamkan dinikahi karena keturunan, yaitu:
1)     Ibu dan seterusnya keatas
2)     Anak perempuan dan seterusnya kebawah
3)     Saudara perempuan (sekandung, seayah, atau seibu)
4)     Bibi (saudara ibu, baik sekandung/perantaraan ayah/ibu).
5)      Saudara ayah, baik sekandung/ dengan perantaraan ayah/ibu).
6)     Anak perempuan dari saudara laki-laki terus kebawah.
7)     Anak perempuan dari saudara perempuan terus kebawah.
Dua orang yang diharamkan karena faktor susuan, yaitu:
1)         Ibu yang menyusuhi
2)         Saudara perempuan yang mempunyai hubungan susuan.
Empat orang yang diharamkan karena hubungan musaharah/perkawinan:

1)     Ibu istrinya (mertua) dan seterusnya keatas, baik ibu dari keturunan atau susunan.
2)     Rabibah, yaitu anak tiri, jika sudah bercampur dengan ibunya.
3)     Bekas menantu perempuan.
4)     Ibu tiri (wanita-wanita yang pernah di kawini oleh ayah, kakek, sampai keatas).
b.       Sebab-sebab haram perkawinan sementara (gaina mu’abad).
1)     Pertalian perkawinan (masih bersuami).
2)     Talak ba’iu kubra (perceraian sudah 3 kali).
3)     Bermadu dua orang perempuan bersaudara
Allah swt berfirman:
 وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
 (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
QS:An-Nisaa | Ayat: 23
4)     Berpoligami lebih dari empat orang istri
5)     Perbedaan agama
6.      Prinsip-prinsip kafa’ah dalam perkawinan
Kafa’ah biasa disebut kafu, artinya ada persamaan tingkat/derajat. Artinya apabila ada perempuan hendak dikawinkan dengan laki-laki yang tidak sederajat, maka pihak perempuan berhak menolaknya.
7.      Mahar
a.       Pengertian dan hukum mahar
Mahar/maskawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istrinya dengan sebab pernikahan.maskawin hukumnya wajib, tetapi menyebutkannya dalam akad nikah hukumnya sunnah.
Firman allah swt, dalam al-qur’an
ۚوَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. QS:An-Nisaa | Ayat: 4
b.       Ukuran mahar
Tidak ada batasan besar kecil/banyak sedikitnya maskawin. Berdasarkan keterangan tersebut dapat di simpulkan bahwa ukuran mahar tidak dibatasi minimal dan maksimalnya, tetapi batasannya adalah kewajaran menurut ukuran masyarakat setempat.
c.       Macam-macam mahar
-ditinjau dari segi disebutkan /tidaknya maskawin (mahar), maka ada dua macam mahar
-ditinjau dari segi penyerahannya, mahar dapat dibagi pula menjadi 2 jenis

C.      PELAKSANAAN PERKAWINAN
1.      Hukum dan syarat perkawinan
Ada 5 rukun niakh dan beberapa syarat, yaitusebagai berikut:
a.       Mempelai pria (calon suami) dengan syarat-syarat:
·       Jelas kelaki-lakiannya
·       Beragama islam
·       Buka laki-laki yang mempunyai 4 istri
·       Tidak ada hubungan musaharah (mertua)
·       Laki-laki itu tidak menhimpun dua orang wanita berdaudara sekandung
·       Buakan dalam keadaan ihram untuk haji dan umrah
b.       Mempelai wanita (calon istri) syarat-syaratnya:
·       Jelas status keperempuannya
·       Beragama islam
·       Tidak dalam perkawinan dengan orang lain
·       Bukan perempuan yang dalam iddah
·       Tidak ada hubungannya mahram dengan calon suami
·       Atas kemauan sendiri (bagi janda)
·       Telah mendapat izin dari walinya (bagi gadis)
·       Tidak pernah dituduh berbuat zina oleh suaminya
·       Tidak dalam keadaan ihram haji dan umrah
c.       Wali (bagi mempelai wanita) dengan syarat-syarat:
·       Islam
·       Balig
·       Berakal
·       Adil
·       Laki-laki
·       Tidak sedang ihram dan umrah
·       Mempunyai hak untuk menjadi wali
d.       Saksi, syarat-syaratnya:
·       Dua orang laki-laki
·       Beragama islam
·       Balig (dewasa)
·       Merdeka (bukan budak)
·       Berakal
·       Melihat dan mendengar
·       Memahami bahasa yang digunakan dalam akad
·       Tidak sedang mengerjakan ihram haji/umrah
·       Hadir dalam ijab kabul
e.       Sigat (ijab kabul) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan. Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut:
·       Harus menggunakan kata yang bermakna nikah, baik dengan bahasa arab/daerah
·       Lafal ijab kabul diucapkan oleh pelaku akad nikah
·       Pelaksanaan ijab kabul berada dalam satu majelis
·       Tidak digantungkan dengan suatu syarat
·       Tidak dibatasi dengan waktu tertentu
·       Majelis ijab kabul harus dihadiri dengan minimal 4 orang, yaitu calon mempelai pria/wakilnya, wali dari mempelai wanita/wakilnya dan dua orang saksi
2.      Kedudukan wali dalam perkawinan
a.       Pengertian dan kedudukan wali
Wali berarti orang yang meguasai dalam perkawinan, wali berarti orang yang berhak mengawinkan seorang perempuan yang berada dalam kekuasaannya dengan laki-laki sesuai aturan syariat islam.
b.       Macam-macam dan tingkatan wali
1)     Wali nasab
2)     Wali hakim
3)     Wali mujbir
4)     Wali adal (tidak mau menikahkan)
c.       Perwakilan dalam akad nikah
3.      Kedudukan saksi dalam perkawinan
Perkawinan tidak sah tanpa ada saksi, sabda rasulullah saw:
“dari aisyah r.a dari nabi saw beliau bersabda “tidak sah suatu pernikahan, kecuali dengan adanya wali dua orang saksi yang adil”. (H.R. AHMAD DAN BAIHAQI).
4.      Ijab kabul dalam perkawinan
Adalah ucapan serah terima pernikahan yang dilakukan oleh wali mempelai perempuan dan mempelai laki-laki/yang mewakilinya ijab kabul adalah salah satu rukun nikah.
-         Khutbah nikah
Merupakan perbuatan yang hukumnya madubah /sunnah yang disampaikan sebelum akad nikah dilangsungkana.

5.      Walimah
a.       Pengertian walimah
Menurut bahasa walimah artinya pertemuan atau berkumpulnya sesuatu. Jadi walimah adalah jamuan makanan yang dilaksanakan dalam acara pernikahan/sesudahnya yang disebut dengan walimah urusy (perjamuan untuk perkawinan).
b.       Hukum mengadakan walimah dan menghadirinya
Menurut mayoritas ulama, hukumnya sunnah mu’akad. Tidak wajib, karena walimah pada hakikatnya pemberian makanan, ketika nabi saw melihat upacara pernikahan abdurahman bin auf, beliau bersabda:
“semoga allah memberkatimu, buatlah walimah, meskipun hanya dengan seekor kambing. (H.R. MUTAFAQ ALAIH)
c.       Hikmah walimah
-         Mengabarkan kepada masyarakat bahwa hubungan pernikahan telah resmi
-         Tanda bersyukur dan membagi rasa kebahagiaan kepada orang lain
-         Memotivasi orang lain agar melakukan pernikahan dengan sah dan benar, sebab membawa ketentraman.
6.      Hak dan kewajiban suami istri
a.       Kewajiban bersama suami istri
1)     Mewujudkan pergaulan yang serasi, rukun, damai dan saling perhatian
2)     Menyayangi anak memelihara, menjaga, mengajar dan mendidiknya
3)     Menghormati dan bebuat baik kepada keluarga keduanya.
b.       Kewajiban suami
1)     Membayar mahar dan memberi nafkah
2)     Menggauli istrinya secara baik dan harmonis serta adil
3)     Memimpin keluarga dan memberikan bimbingan yang benar

c.       Kewajiban istri
1)     Taat dan patuh pada suaminya
2)     Menjaga diri, kehormatan dan rumah tangganya
3)     Membantu suami dalam mengatur rumah tangga dan kesejahteraannya

D.     UNDANG-UNDANG HUKUM PERKAWINAN DIINDONESIA
1.      Perkawinan dalam UU RI. NO 1 tahun 1994
2.      Perkawinan dalam kompilasi hukum islam di indonesia












BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara 2 orang, yaitu laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat islam.

B.   SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan penulis untuk memperbaiki makalah ini. Penulis juga minta maaf apabila ada penulisan atau ulasan yang salah atau kurang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.














DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayyid, (1983), Fiqh Sunnah, Semarang; Birut Dar al-Fikr
Ja’far, Abidin. 2006. Hadits Nabawi.  MT. Furqan: Banjarmasin
Muhammad, Syekh. 1994. Penafsiran Hadis Rasulullah SAW secara kontekstual. Trigenda Karya: Bandung
Rusyd, Ibnu. 1990. Bidayatul Mujtahid. Asy-Syifa: semarang
Sabiq, Sayyid. 1995. Fiqih Sunah 9. Al-Ma’arif: Bandung
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Asy-Syifa, (Semarang: 1990).
Drs. H. A. Djazuli, Fiqih Jjinayah, PT. Grafindo Persada, (Jakarta: 1997),
H. Abidin Ja’far, Lc., MA, Hadits Nabawi, CV. MT. Furqan, (Banjarmasin: 2006).
Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi Al-Bantani, Penafsiran Hadis Rasulullah SAW Secara Kontekkstual, Trigenda Karya, (Bandung: 1994),
 Fathi Bahansyi, Al-Siyasah al-Jinayah,
 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah 9, PT. Al-Ma’arif, (Bandung: 1995),
 Musthafa Diibul Bigha, Fiqih Syafi’I, CV. Bintang Pelajar, (Jakarta: 1984),
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005
Imam Hasan al-Banna, Fiqih Sunnah Jilid 3, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007





Tidak ada komentar:

Posting Komentar