BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Manusia
merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia sering menjadi
perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi
mengkaji manusia, karya, dan dampak dari karya-karyanya terhadap dirinya
sendiri, masyarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Indonesia
merupakan negara yang religius dan memiliki toleransi yang tinggi. Hal ini
terbukti dengan banyaknya agama yang berkembang di Indonesia dan rukunnya
kehidupan antarumat berbeda agama di Indonesia. Islam adalah salah satu agama
yang berkembang di Indonesia dan mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk
agama Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk saling berbagi dan menyayangi satu
sama lain, membantu siapapun yang memerlukan bantuan termasuk umat beda agama.
Di mata Alloh SWT, semua manusia adalah sama. Amal dan ibadahnyalah yang
membedakan derajat seorang manusia dengan manusia lain.
Alasan
tersebutlah yang membuat penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai konsep manusia menurut Islam. Selain alasan tersebut, yang
melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
Untuk
mengkaji dan mengulas konsep manusia dalam Islam, maka diperlukan subpokok
bahasan yang saling berhubungan. Oleh karena hal tersebut, penulis membatasi
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Apa
yang dimaksud dengan Islam?
4. Apa
fungsi dan tanggung jawab manusia dalam Islam?
5. Bagaimanakah hubungan agama dengan manusia?
6. Bagaimana konsep Agama?
7. Bagaimana Konsep manusia dalam Islam?
C. TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada rumusan masalah.
D. MANFAAT
PENULISAN
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan
pembaca tentang konsep manusia dalam Islam dan untuk membuat kita lebih
memahami Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
MANUSIA
Secara
bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk
lain. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta,
sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang
individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
Dalam
Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan,
al-naas, al-abd, bani adam, dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang,
jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’).
Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam
karena berasal dari keturunan Nabi Adam.
Namun dalam
Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam
menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Pengertian manusia menurut para ahli
NICOLAUS
D. & A. SUDIARJA
Manusia
adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani
akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
ABINENO
J. I.
Manusia
adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana".
UPANISADS
Manusia
adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau
badan fisik.
I
WAYAN WATRA
Manusia
adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa, dan
karsa.
OMAR
MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia
adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan
manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia
dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
ERBE
SENTANU
Manusia
adalah mahluk sebaik-baik ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan bahwa manusia
adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain.
PAULA
J. C. & JANET W. K.
Manusia
adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung
jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola
berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinanan.
B. HAKIKAT
MANUSIA
Menurut
Prof. Noto Nagoro, manusia adalah monodualisme. Dikatakan monodualisme karena
manusia terdiri atas: raga dan jiwa, individu dan sosial, pribadi dan makhluk
Tuhan.
1. Manusia
sebagai makhluk yang memiliki raga dan jiwa
Manusia
mempunyai unsur raga dan jiwa yang merupakan kesatuan, sehingga apabila raga
sudah berpisah dengan jiwa maka sudah bukan lagi manusia, melainkan mayat.
Dengan adanya unsur raga ini, manusia memiliki sifat-sifat sebagaimana halnya
makhluk lain dan benda-benda lain yang mempunyai raga. Dengan raga ini maka
manusia memiliki sifat-sifat seperti yang dimiliki oleh hewan, tumbuhan, dan
benda lain. Persamaan hewan dengan manusia, misalnya rasa sakit, lapar, haus,
takut, dan kemampuan berkembang biak.
Jiwa manusia
terdiri atasunsur-unsur cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah unsur kejiwaan
manusia yang dapat membedakan benar dan salah. Rasa adalah unsur kejiwaan yang
manusia yang dapat membedakan yang indah dan yang tidak indah, susah dan
senang, enak dan tidak enak, dan lain sebagainya. Sedangkan karsa adalah unsur
kejiwaan manusia yang dapat membedakan antara baik dan buruk.
2. Manusia
sebagai makhluk individu dan sosial
Manusia
sebagai makhluk individu dan sosial berarti bahwa manusia tidak pernah hidup
sendiri, melainkan juga hidup berkelompok. Sebagai makhluk individu dan sosial
hendaknya manusia saling menghargai dan menghormati. Artinya, individu harus
menghargai dan menghormati kelompok, sebaliknya kelompok harus menghargai dan
menghormati individu. Dalam memenuhi kebutuhannya, individu tidak boleh
mengabaikan kepentingan kelompok begitu pula sebaliknya.
3. Manusia
sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan
Manusia
sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan. Hal ini
mengandung arti bahwa manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat
berkembang untuk selanjutnya dapat merencanakan sesuatu, membudayakan alam
semesta, atau mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, segala
usaha manusia tidak akan pernah berhasil dengan kekuatan manusia itu sendiri.
Ada suatu kekuatan di atas manusia yang ikut menentukan keberhasilan usaha
manusia, yaitu kekuatan Tuhan.
B. PENGERTIAN
ISLAM
Islam adalah
berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan taat dan
berlepas diri dari perbuatan syirik dan pelakunya. Barangsiapa yang berserah
diri kepada Allah saja, maka dia adalah seorang muslim. Dan barang siapa yang
berserah diri kepada Allah dan yang lainnya, maka dia adalah seorang musyrik.
Dan barangsiapa yang tidak berserah diri kepada Allah, maka dia seorang kafir
yang sombong.
C.
KONSEP
MANUSIA DALAM ISLAM
Konsep Manusia dalam Islam
1.
Pengertian Manusia dalam Alqur’an
Quraish
Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak
kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah
kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia
menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan an-nas.
Kata basyar
disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia
sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian
kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan
lain-lain.
Kata
al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai
penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan
predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS
Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses
penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr
[15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia
psikologis dan spiritual.
Kata an-nas
yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai
makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman
padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8).[1]
Dari uraian
ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah
mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan
diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam
hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).[2]
Al-Qur’an
memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai
manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai
cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan,
mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan
argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran
justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan
menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski
dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan
kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai
makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif,
haniif).
Karena itu,
kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah.
Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia
itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar
dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya.
Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat
untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu
dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain.
Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi
batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas
mutaqqin di atas.
Gambaran
al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada
teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa
kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara
tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut
Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga
pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran
dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui
superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah)
berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia. Sebaliknya,
superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala
instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang
beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan
pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar
dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan
hakikat manusia itu sendiri.
2.
Tujuan Penciptaan Manusia
Kata “Abdi”
berasal dari kata bahasa Arab yang artinya “memperhambakan diri”, ibadah
(mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah
kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang
dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa,
zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata
memperhambakan dirinya sebagai hamba Allah. Berbuat sesuai dengan
kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.[3]
3.
Fungsi dan Kedudukan Manusia
Sebagai
orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut
tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an
sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia
itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini
sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah
[2]:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi,
semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang
ada dibumi ini. QS Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan
dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu
menghambakan dirinyakepada Allah Swt.
Untuk
mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah
martabatnya daripada manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan
agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan
hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56).
Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya
dari mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi dari
uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa manusia
hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua
predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56)
dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30); al-An’am
[6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh
kepada sunnatullah.
4.
Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an
Hakekat
manusia adalah sebagai berikut :
a.
Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung
jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya
ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu
menentukan nasibnya.
c.
Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya
dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati
e.
Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya
merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang
mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.
Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat
kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.
Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya
berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4]
5.
Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin,
M.HI)
Manusia
terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang
semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh
atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani
dann ruhani (Jasad dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun
udara. Dan jika dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir
(kognitif), rasa (affektif), dan perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan
dengan untuk mempunyai kecerdasan.[5]
D.
PERAN DAN
TANGGUNG JAWAB MANUSIA DALAM ISLAM
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat
Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul
manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil
Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang
mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan
kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan
apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang
diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci
(al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang
diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan
kewenangannya di hadapan yang diwakilinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah pengkajian mengenai Konsep Manusia
dalam Islam yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Manusia
adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
2. Manusia
dikatakan makhluk monodualisme karena manusia terdiri atas: raga dan jiwa,
individu dan sosial, pribadi dan makhluk Tuhan.
3. Islam
adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan
taat dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan pelakunya.
4. Manusia
dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Jasmani
manusia bersifat materi yang berasal dari unsur-unsur saripati tanah. Sedangkan
roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri
itu ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya
rasa (kalbu). Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.
5. Manusia diserahi tugas hidup yang
merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas
hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan
alam.
6. Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis,
psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah
sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah, mengantur
alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu
sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa
agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan
dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.
Manusia tidak akan pernah lepas dari agama karena
dalam diri manusia ada fitrah. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia
inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Faktor lain yang
melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia
memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan, dan Faktor lain yang
menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya
senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun
dari luar.
B. KRITIK
Dalam
kehidupan sehari-hari sering kali kita lupa akan hakikat manusia sebagai
makhluk Tuhan sehingga kita melalaikan ajaran-ajaran agam kita sebagai penuntun
bagi kita dalam menjalani kehidupan. Melalui makalah ini penulis berharap agar
semua pihak yang terkait menyadari kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dan tidak
melalaikan ajaran agama yang mereka anut lagi.
C. SARAN
Setelah
membaca dan mempelajari makalah ini, besar harapan penulis para pembaca
mendapat tambahan pengetahuan mengenai konsep manusia dalam Islam dan dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjadi seorang
manusia yang bersyukur akan anugerah yang diberikan oleh Alloh SWT. Demikian
makalah yang dapat kami paparkan tentang hukum syar’i, semoga bermanfa’at
bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah
ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah selanjutnya.
ijin sedot gan"
BalasHapusijin COPAS Gan..
BalasHapusBackground nya ganti gan...
BalasHapusizin copas ya gan
BalasHapus