MAKALAH
“KASUS
KEWARGANEGARAAN”
*
TKI *
Mata Kuliah PANCASILA
oleh:
LA ZEKI
2014-71-048
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur seraya penyusun panjatkan ke hadirat tuhan yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehinnga penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “KASUS KEWARGANEGARAAN TKI”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah pancasila. Adapun
isi dari makalah yaitu menjelaskan tentang masalah-masalah
tentang TKI.
Penyusun berterima
kasih kepada Ibu dosen mata kuliah pancasila yang
telah memberikan arahan serta bimbingan, dan juga kepada semua pihak yang telah
membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini.
Seperti pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Penyusun menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena keterbatasan
kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, sangatlah penyusun harapkan saran
dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi
lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.
AMBON, 10 JANUARI 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................2
C. TUJUAN PENULISAN ...............................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A. KAJIAN
TEORI ...........................................................................3
B. PEMBAHASAN
...........................................................................4
BAB
III PENUTUP
A. KESIMPULAN
............................................................................9
B. SARAN
........................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA .....................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kemiskinan yang banyak
terjadi di negara-negara berkembang merupakan salah satu pemicu terjadinya migrasi.
Perpindahan tenaga kerja dari negara-negara berkembang ke luar negeri pada
dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan ekonomi antar negara. Rendahnya
tingkat upah serta sulitnya memperoleh pekerjaan di negara berkembang cenderung
mendorong migrasi Internasional. Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya
laju perekonomian dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Pekerjaan sebagai seorang buruh migran, khususnya menjadi seorang TKI di luar negeri memang cukup menjanjikan. Seorang TKI lebih mementingkan upah yang didapatnya dari pada
resiko yang diterima ketika statusnya tidak sesuai dengan prosedur yang ada.
Hal tersebut membuat munculnya berbagai kasus penyiksaan yang menimpa para TKI
yang bekerja di luar negeri. Beberapa diantara kasus tersebut, seperti kasus pelecehan seksual, penganiayaan, serta majikan bermasalah dan
meninggal yang berujung pada
hukuman mati yang diterima para TKI dengan alasan yang
berbeda-beda.
Segala permasalahan di atas disebabkan karena kurangnya pemahaman TKI tentang hak dan perlindungan yang
didapatkannya, serta kurangnya pengawasan dari pemerintah dalam proses
penempatan dan perlindungan TKI itu sendiri. Penempatan dan perlindungan TKI
saat ini terus menjadi sorotan. TKI sering dijadikan obyek perdagangan manusia,
perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan
atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi
manusia.
Dalam permasalahan TKI, kasus yang sedang hangat
diperbincangkan saat ini adalah kasus Satinah. Satinah terancam hukuman pancung
atas tuduhan pembunuhan majikan dan pencurian. Dalam kasus Satinah
ini mengisyaratkan bahwa masih lemahnya sistem hukum di negeri ini atas
perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri, khsusunya hukum yang mengikat
dengan pemerintahan Arab Saudi.
Segala permasalahan yang terjadi pada TKI dapat diselesaikan dengan
perencanaan yang matang. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
pelatihan dan pendidikan kepada calon TKI untuk menunjang keamanan atas dirinya
serta dengan
memperbaiki mekanisme pengawasan dalam penempatan TKI di luar negeri. Dengan demikian,
kualitas perlindungan negara terhadap TKI di luar negeri akan meningkat juga hasil dari perbaikan sistem yang dilakukan akan meminimalisir kasus-kasus pelanggaran
HAM terhadap TKI di luar negeri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)?
2.
Bagaimana kondisi TKI di luar
negeri?
3.
Faktor apa saja yang menyebabkan tindak kekerasan terhadap TKI?
4.
Bagaimana solusi yang dapat
dilakukan untuk menangani kasus hukuman pancung yang dialami TKI?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memaparkan hal sebagai berikut.
1.
Untuk memberikan pengetahuan
tentang apa itu TKI.
2.
Untuk memberikan informasi
kepada pembaca tentang keadaan TKI di luar negeri saat ini.
3.
Untuk memberikan informasi
kepada pembaca mengenai pentingnya pemahaman prosedur TKI agar tidak
terjadi kasus penyiksaan.
4.
Untuk mengetahui bagaimana solusi
yang dapat dilakukan untuk menangani kasus hukuman pancung yang dialami TKI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORI
TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu
tertentu dengan menerima upah (Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri).
Sebelum calon TKI bekerja di luar negeri, ada beberapa
proses yang dilewati. Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI
dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan:
a.
berusia sekurang-kurangnya 18
(delapan belas) tahun, kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada Pengguna perseorangan
sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
b.
sehat jasmani dan rohani;
c.
tidak dalam keadaan hamil bagi
calon tenaga kerja perempuan; dan
d.
berpendidikan
sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang
sederajat.
Setelah melewati tahap
di atas, seorang TKI akan dihadapkan pada suatu perjanjian kerja. Perjanjian
kerja menurut UU No. 39 Tahun 2004 adalah “Perjanjian tertulis antara Tenaga
Kerja Indonesia dengan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban ,masing-masing pihak”. Dengan demikian suatu perjanjian kerja sudah
memuat antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan apabila dalam
praktiknya terdapat penyimpangan-penyimpangan, maka pihak yang menyimpang
tersebut dikenakan sanksi hukum.
Seorang TKI dilindungi
oleh sebuah lembaga yakni BNP2TKI. BNP2TKI adalah sebuah lembaga pemerintah Non Departemen di Indonesia yang
mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan
Tenga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006. Tugas
pokok BNP2TKI adalah: (1). Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara
tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna
berbadan hukum di negara tujuan penempatan; (2). Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan
pengawasan mengenai: dokumen; pembekalan akhir pemberangkatan (PAP).
Untuk meminimalisasi
dampak negatif dari pelayanan penempatan dan perlindungan TKI, campur tangan
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah secara integral sangat dibutuhkan,
guna mencegah TKI menerima pekerjaan-pekerjaan yang non-remuneratif,
eksploitatif, penyalahgunaan, penyelewengan serta menimalisir biaya sosial yang
ditimbulkanya. Sehingga dapat
menimbulkan perasaan aman dalam diri TKI yang bekerja di luar negeri.
B. PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dalam
kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), seorang tenaga kerja yang berasal dari Indonesia
sangat membutuhkan jaminan hukum atas dirinya ketika bekerja di luar negeri. Dalam hal ini,
upaya perlindungan HAM terhadap TKI merupakan sesuatu yang dianggap penting
mengingat banyaknya terjadi kasus-kasus pelanggaran yang menimpa TKI di luar
negerti seperti kasus yang menimpa Satinah, Sumiyati, Darsem, dan kasus
lainnya.
Pelanggaran yang terjadi kepada para TKI umumnya dilatarbelakangi oleh
minimnya pengetahuan majikannya tentang hak dan kewajiban TKI yang bekerja di
luar negeri disamping pengetahuan terhadap hak yang dimiliki oleh TKI itu
sendiri. Mengacu pada hal di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kasus-kasus penyiksaan yang diterima TKI di luar negeri. Adapun
faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan berbahasa yang tak memadai;
2. Kemampuan membaca dan memahami budaya;
3. Kemampuan intelektualitas;
4. Lemahnya hukum yang diberikan pemerintah kepada warga negaranya yang
bekerja sebagai TKI di luar negeri.
Dalam permasalahan ini yang akan dibahas adalah kasus
Satinah. Satinah salah seorang TKI asal Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah, yang mengadu nasib di Arab Saudi yang tengah memperjuangkan nasibnya dalam hukuman
pancung yang menerpanya. Ia didakwa atas tuduhan membunuh majikannya serta mencuri
uang sebesar 37.970 riyad atau sekitar Rp 100 juta. Satinah adalah TKI legal lewat PT. Djasmin Harapan Abadi. Dia ditempatkan di Provinsi Al
Qassim untuk bekerja di keluarga Nura Al Gharib.
Kasus bermula pada pada tahun 2007, ketika
Satinah tengah memasak di dapur tiba-tiba saja majikannya membenturkan kepala
Satinah ke tembok tanpa sebab karena dari pengakuan Satinah bahwa dirinya kerap
kali disiksa oleh majikannya tersebut. Mencoba membela diri, Satinah pun memukul tungkuk majikannya dengan alat
adonan roti. Akhirnya majikannya pun pingsan dan sempat mengalami koma di rumah
sakit sebelum akhirnya meninggal. Satinah sempat menyerahkan
dirinya ke polisi dan mengakui perbuatannya, di sana ia diberikan kesempatan
untuk menghubungi keluarganya atas kasusnya tersebut namun tidak ada kejelasan
perlindungan atas dirinya, sejak itulah dia di penjara.
Dalam persidangan syariah tingkat pertama pada 2009 sampai kasasi 2010,
satinah divonis hukuman mati atas tuduhan melakukan pembunuhan berencana pada
majikan perempuannya, Nura Al Gharib. Awalnya Satinah direncanakan dihukum mati
Agustus 2011, namun ditunda. Menurut data dari Kementrian Luar Negeri, waktu
eksekusi Satinah telah ditunda selama lima kali, yakni pada Juli 2011, 23
Oktober 2011, Desember 2012, Juni 2013, dan Februari 2014. Terakhir tenggat
waktu eksekusi ditentukan tgl 3 April 2014.
Selama dua tahun menjalani proses persidangan Satinah tidak didampingi oleh
pengacara, penerjemah maupun konselor serta pemerintah baru mengetahui kasus
ini pada tahun 2009. Hal tersebut mengakibatkan berkas perkara Satinah dianggap
tidak memenuhi prinsip-prinsip fairness (berkeadilan) sesuai hukum
Internasional. Pemerintah Indonesia telah berupaya melakukan negoisasi dengan
keluarga majikan Satinah agar Satinah bisa terbebas dari hukuman mati.
Seiring proses negoisasi, akhirnya keluarga korban memberikan maaf, dan meminta diyat sebesar 500 ribu riyal atau sekitar
Rp. 1,25 miliar. Diyat adalah denda yang harus dibayar oleh seorang pelaku atas
tindakannya terhadap korban. Namun, entah karena faktor apa sehingga diyat
tersebut naik menjadi 7 juta riyal atau sekitar Rp. 21 miliar. Para pengamat
politik memaparkan bahwa telah terjadinya indikasi mafia diyat atas kasus
hukuman mati yang menimpa TKI khususnya Satinah. Pemerintah seharusnya tidak
wajib membayarkan diyat untuk Satinah karena hal tersebut telah ada dalam
kontrak perjanjian antara pelaku dan korbannya. Dalam hal ini, posisi
pemerintah harusnya sebagai pendamping dan menjadi alat pengawasan terhadap
berlangsungnya proses hukum yang berlaku.
Meskipun demikian, fakta menyatakan sebaliknya. Artinya, kasus yang menimpa
Satinah ini bukan kasus yang terjadi pertama kali, seperti hal serupa yang
dialami Siti Zaenab di tahun 1999, sampai pada kasus pembayaran diyat
kontroversi Darsem oleh pemerintah. Sejak 2004, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Pasal 7 (e). UU tersebut menegaskan, pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan
kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa
purna-penempatan.
Dalam menempatkan TKI di luar negeri, Pasal 27 Ayat (1) dan (2) juga
menegaskan bahwa penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara
tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah
RI atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang
melindungi tenaga kerja asing. Meski undang-undang dengan tegas melarang penempatan TKI ke negara yang
tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI atau yang aturannya
tidak melindungi pekerja asing, Pemerintah Indonesia membiarkan dan bahkan
memfasilitasi jutaan warga dikirim ke Arab Saudi yang jelas-jelas tidak
memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI.
Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Arab Saudi jelas-jelas melegalkan perbudakan. Pihak yang pertama kali wajib
dituntut pertanggungjawaban atas hukuman mati yang menimpa Satinah dan TKI
lainnya di Arab Saudi adalah Pemerintah Indonesia karena pemerintah telah
melanggar ketentuan undang-undang perlindungan TKI. Manifestasi dari
pelanggaran ini adalah para perempuan seperti Satinah dikirim ke Arab Saudi.
Dalam sistem perbudakan yang dijalankan Arab Saudi, mayoritas TKI
yang bekerja di sektor domestik sangat rentan mengalami eksploitasi dan
kekerasan oleh majikan dan pihak lain di negara tujuan tanpa memiliki akses
atas keadilan. TKI yang menjadi
korban pembunuhan atau membunuh karena membela diri akan bernasib sama.
Pemerintahan yang mengirimkan rakyatnya ke negara seperti ini adalah
pemerintahan yang kurang bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya sendiri. Setelah rakyatnya dijatuhi hukuman mati sebagai konsekuensi dari
pelanggaran pemerintah terhadap hukum perlindungan TKI, pemerintah masih juga
mempertanyakan apakah negara harus membayar diyat.
Ratusan kasus
hukuman mati dan beragam kekerasan yang menimpa TKI tidak akan terjadi
seandainya pemerintah menjalankan ketentuan undang-undang, yaitu melarang dan
menindak tegas penempatan TKI ke Arab Saudi dan negara-negara lain yang
jelas-jelas tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI dan yang
melegalkan perbudakan.
Kewajiban pemerintah untuk membayar diyat bagi
pembebasan Satinah semakin jelas jika mengikuti fakta penanganan kasus Satinah yang
diangkat Migrant Care dan keadilan bagi TKI. Ada indikasi pemerintah kurang
serius dalam menangani kasus Satinah. Sebenarnya apabila
merujuk pada permenaker No: PER-23/MEN/V/2006 tentang Asuransi Tenaga Kerja
Indonesia, di sana terdapat hak-hak TKI jika memiliki permasalahan ketika pra
penempatan, masa penempatan, dan purna penempatan. Asuransi TKI adalah suatu
bentuk perlindungan bagi TKI dalam bentuk santunan berupa uang sebagai akibat
resiko yang dialami TKI sebelum, selama dan sesudah bekerja di luar negeri.
Meskipun pada akhirnya pemerintah ikut menyumbang dalam pembayaran diat
Satinah, namun hal tersebut dianggap kurang menunjukkan langkah tepat dan
cepat. Presiden
mengabaikan keadilan bagi TKI. Jutaan TKI mempertaruhkan nyawa untuk
mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Pertaruhan nyawa ini menghasilkan devisa
bagi Negara. Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) jumlahnya
mencapai Rp 88,6 triliun (tahun 2013). Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan
tahun 2012 yang sebesar Rp 67,87 triliun.
Apabila dikalkulasikan dengan uang tunai yang dibawa TKI sendiri atau
dititipkan kepada sesama teman atau yang dikirimkan lewat jasa lain di luar
perbankan, devisa yang dihasilkan TKI mencapai Rp 120 triliun per tahun. Selain devisa, TKI juga berkontribusi dalam
pengurangan pengangguran, kemiskinan, dan bergeraknya perekonomian daerah.
Apalah artinya Rp 21 miliar untuk diyat bagi Satinah dibandingkan dengan
triliunan devisa yang dihasilkan para TKI dan berbagai manfaat yang diambil
negara dari TKI.
Bukan hanya dalam kasus Satinah, ketidakseriusan
pemerintah dan DPR dalam mewujudkan perlindungan bagi TKI terlihat dari
beberapa indikasi. Salah satunya adalah pengurangan anggaran perlindungan TKI.
Ketika devisa yang dihasilkan TKI meningkat, anggaran yang dialokasikan untuk
perlindungan bagi TKI justru merosot. Padahal, masih ada ratusan TKI yang
terancam hukuman mati yang membutuhkan anggaran untuk pembelaan.
Hukuman mati yang
dihadapi Satinah bukanlah tindak pidana personal belaka. Ada pengabaian
tanggung jawab negara di dalamnya. Bukan hanya tanggung jawab dalam menjalankan
amanat undang-undang, melainkan juga tanggung jawab untuk merevisi
undang-undang dan mewujudkan perubahan. Selain itu, kurangnya
ketersidaan lapangan pekerjaan di Indonesia menjadi faktor utama penyebab warga
negara Indonesia memilih bekerja di luar negeri untuk menjual tenaganya atau
sering dikategorikan buruh migran khususnya Tenaga Kerja Indonesia.
Dalam hal perspektif pembangunan, menurut teori Fei-Ranis (1961)
menyebutkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian
besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan
tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa Indonesia membutuhkan peningkatan
kualitas khususnya sumber daya manusia yang dimilikinya. Berkaitan dengan
permasalahan TKI, langkah yang diperlukan adalah dengan melakukan pembenahan
sistem dan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI khususnya pola
penyalurannya ke negara tujuan, yang sudah seharusnya ditujukan ke negara yang
telah memiliki perjanjian tertulis agar meminimalisir kasus-kasus yang terjadi
ke depannya.
Selain itu, tingkatkan pengawasan kepada setiap calon TKI agar tidak
terjadi TKI ilegal serta meningkatkan pelatihan dan pendidikan secara bertahap
untuk seorang buruh migran yang bekerja di luar negeri agar tidak hanya
formalitas belaka. Dengan demikian, akan terciptanya suatu sinergi antara
pemerintah dan rakyatnya khususnya bagi seorang TKI yang menjadi penghasil devisa
terbesar kedua di Indonesia, yang memang sudah seharusnya hak-haknya dilindungi
oleh negara khususnya perlindungannya menjadi seorang buruh migran.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Permasalahan yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri
khususnya di Arab Saudi merupakan tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah
dengan pembenahan sistem dan mekanismenya maupun warga negara Indonesia
terutama yang memilih jalur untuk menjadi seorang buruh migran ke luar negeri.
Satinah hanyalah sepotong contoh kasus permasalahan yang menimpa TKI
di luar negeri terlebih pada kasus penyiksaan yang melibatkan dua negara yang
belum memiliki perjanjian tertulis secara tegas serta negara yang menjadi objek
kerja TKI melegalkan perihal perbudakan. Sebenarnya moratorium telah dilakukan
antara kedua negara namun penjajakan moratorium tersebut belum dilaksanakan
secara optimal. Selanjutnya, guna mencegah meningkatnya kasus-kasus serupa maka
diperlukan suatu pembenahan secara konkret dari pemerintah selaku lembaga
penyelenggara negara dengan melakukan perbaikan mekanisme penempatan dan
perlindungan TKI khususnya yang bekerja di Arab Saudi agar kasus-kasus tersebut
tidak terulang kembali.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini tidak dijelaskan secara eksplisit prosedur
penempatan dan perlindungan TKI mulai dari pra pemberangkatan, pemberangkatan,
dan pasca pemberangkatan. Meskipun demikian, diharapkan dengan hasil analisis
terhadap kasus Satinah ini dapat dijadikan acuan setidaknya pengambilan sikap
yang tepat dari para aspek yang terlibat agar meminimalisisr kasus-kasus
penyiksaan TKI yang sudah menyalahi prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Persada.
Pusat Kajian Wanita dan Gender. (2007). Hak Azasi Perempuan Instrumen
Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Azmy, A.S. (2011). Negara dan Buruh Perempuan. Tesis, Program Pasca
Sarjana
Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Baharudin, E. (2007). Perlindungan Hukum Terhadap TKI di Luar Negeri Pra
Pemberangkatan, Penempatan, dan Purna Penempatan. Jurnal Ilmiah. 4,
(3), 168-176.
Palupi, S. (2014). Kewajiban Negara Bayar Diyat. [Online].
Azis, I. (2014). Kronologi Kasus Satinah, Perjuangan TKI Semarang dari
Jerat
Pancung. [Online].Tersedia:http://www.aktualpost.com/2014/03/26/13206
kronologi-kasus-satinah-perjuangan-tki-semarang-dari-jerat-pancung/ [22 desember
2014].
Salam kenal dari saya mbak Romlah sengajah mempublikasikan cerita ini disini, saya bukan sombong tapi saya semata" hanya ingin berbagi kepada anda yang lagi butuh pertolongan.. Saya duluh kerja di malaysia sebagai PRT selama 7 tahun gaji waktu itu kurang lebih 3,5 juta per bulannya namun itu tidak pernah cukup untuk kebutuhan keluarga saya karna setiap bulannya harus membayar hutang piutang orang tua di BANK, singkat cerita.. Sekarang hutang orang tua saya sudah lunas senilai 335 juta dan sekarang saya sudah punya usaha tokoh perlengkapan bayi berkat bantuan MBAH BALAPATI melalui pesugihan putih dana gaib senilai 1 miliar.. Duluhnya saya takut untuk mengikuti pesugihan ini karna saya pikir ada tumbal ternyata tidak ada sama sekali dan jarak jauh pun bisa.. Singkat cerita duluhnya saya cuma melihat komentar seseorang di internet tentang MBAH BALAPATI alhamdulillah ternyata bener" terbukti dan saya salah satu orang yg sudah membuktikannya sendiri.. Siapa tau ada teman yg lagi ada masalah baik keuangan ataupun hal" lainnya silahkan coba konsultasi dengan beliau call/sms di nomer:+6282190534451 anda baik beliau pasti ramah melayani anda.. Muda"han dengan adaNya pesan singkat saya ini bisa bermanfaat.
BalasHapusSalam bagi teman nak rantau.
Spirit at work :-)
Assalamualaikum Wr. Wb
BalasHapusNama saya Aditya Aulia saya mengalami trauma keuangan karena saya ditipu dan ditipu oleh banyak perusahaan pinjaman online dan saya pikir tidak ada yang baik bisa keluar dari transaksi online tapi semua keraguan saya segera dibawa untuk beristirahat saat teman saya mengenalkan saya. untuk Ibu pada awalnya saya pikir itu masih akan menjadi permainan bore yang sama saya harus memaksa diri untuk mengikuti semua proses karena mereka sampai pada kejutan terbesar saya setelah memenuhi semua persyaratan karena permintaan oleh proses saya bisa mendapatkan pinjaman sebesar 350jt di rekening Bank Central Asia (BCA) saya saat saya waspada di telepon saya, saya tidak pernah mempercayainya, agaknya saya bergegas ke Bank untuk memastikan bahwa memang benar ibu kontak sekarang mengalami terobosan pemanasan jantung dalam kehidupan finansial Anda melalui apakah itu BBM INVITE-nya: {D8980E0B} atau apakah kamu ingin mengkonfirmasi dari saya? Anda bisa menghubungi saya melalui surat saya {aditya.aulia139@gmail.com} dan juga Anda bisa menghubungi perusahaan CREDIT UNION DAYA LESTARI via {mail:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}
WhatsApp Only::::{+33753893351}
Email:::::::{{aditya.aulia139@gmail.com}}
{{iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}}
Assalamualaikum Wr. Wb
BalasHapusNama saya Aditya Aulia saya mengalami trauma keuangan karena saya ditipu dan ditipu oleh banyak perusahaan pinjaman online dan saya pikir tidak ada yang baik bisa keluar dari transaksi online tapi semua keraguan saya segera dibawa untuk beristirahat saat teman saya mengenalkan saya. untuk Ibu pada awalnya saya pikir itu masih akan menjadi permainan bore yang sama saya harus memaksa diri untuk mengikuti semua proses karena mereka sampai pada kejutan terbesar saya setelah memenuhi semua persyaratan karena permintaan oleh proses saya bisa mendapatkan pinjaman sebesar 350jt di rekening Bank Central Asia (BCA) saya saat saya waspada di telepon saya, saya tidak pernah mempercayainya, agaknya saya bergegas ke Bank untuk memastikan bahwa memang benar ibu kontak sekarang mengalami terobosan pemanasan jantung dalam kehidupan finansial Anda melalui apakah itu BBM INVITE-nya: {D8980E0B} atau apakah kamu ingin mengkonfirmasi dari saya? Anda bisa menghubungi saya melalui surat saya {aditya.aulia139@gmail.com} dan juga Anda bisa menghubungi perusahaan CREDIT UNION DAYA LESTARI via {mail:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}
WhatsApp Only::::{+33753893351}
Email:::::::{{aditya.aulia139@gmail.com}}
{{iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}}