Senin, 04 Mei 2015

MAKALAH KASUS KEWARGANEGARAAN TKI



MAKALAH
“KASUS KEWARGANEGARAAN”
* TKI *
Mata Kuliah PANCASILA

UNPATTIWHITE.jpglogo-uin-suka-baru-warna


oleh:
LA ZEKI
2014-71-048



JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2015 

KATA PENGANTAR
Segala  puji  dan  syukur  seraya  penyusun panjatkan ke hadirat tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehinnga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KASUS KEWARGANEGARAAN TKI”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pancasila.  Adapun  isi  dari  makalah  yaitu menjelaskan tentang masalah-masalah tentang TKI.
Penyusun  berterima  kasih  kepada  Ibu dosen  mata  kuliah  pancasila yang  telah memberikan arahan serta bimbingan, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini. Seperti pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, sangatlah penyusun harapkan saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.




AMBON, 10 JANUARI 2015

Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ....................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I     PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG .................................................................1

B.   RUMUSAN MASALAH .............................................................2

C.   TUJUAN PENULISAN ...............................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A.   KAJIAN TEORI ...........................................................................3

B.   PEMBAHASAN ...........................................................................4


BAB III PENUTUP
A.   KESIMPULAN ............................................................................9

B.   SARAN ........................................................................................9


DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................10
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kemiskinan yang banyak terjadi di negara-negara berkembang merupakan salah satu pemicu terjadinya migrasi. Perpindahan tenaga kerja dari negara-negara berkembang ke luar negeri pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan ekonomi antar negara. Rendahnya tingkat upah serta sulitnya memperoleh pekerjaan di negara berkembang cenderung mendorong migrasi Internasional. Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya laju perekonomian  dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Pekerjaan sebagai seorang buruh migran, khususnya menjadi seorang TKI di luar negeri memang cukup menjanjikan. Seorang TKI lebih mementingkan upah yang didapatnya dari pada resiko yang diterima ketika statusnya tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Hal tersebut membuat munculnya berbagai kasus penyiksaan yang menimpa para TKI yang bekerja di luar negeri. Beberapa diantara kasus tersebut, seperti kasus pelecehan seksual, penganiayaan, serta majikan bermasalah dan meninggal yang berujung pada hukuman mati yang diterima para TKI dengan alasan yang berbeda-beda.
Segala permasalahan di atas disebabkan karena kurangnya pemahaman TKI tentang hak dan perlindungan yang didapatkannya, serta kurangnya pengawasan dari pemerintah dalam proses penempatan dan perlindungan TKI itu sendiri. Penempatan dan perlindungan TKI saat ini terus menjadi sorotan. TKI sering dijadikan obyek perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
Dalam permasalahan TKI, kasus yang sedang hangat diperbincangkan saat ini adalah kasus Satinah. Satinah terancam hukuman pancung atas tuduhan pembunuhan majikan dan pencurian. Dalam kasus Satinah ini mengisyaratkan bahwa masih lemahnya sistem hukum di negeri ini atas perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri, khsusunya hukum yang mengikat dengan pemerintahan Arab Saudi.
Segala permasalahan yang terjadi pada TKI dapat diselesaikan dengan perencanaan yang matang. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan dan pendidikan kepada calon TKI untuk menunjang keamanan atas dirinya serta dengan memperbaiki mekanisme pengawasan dalam penempatan TKI di luar negeri. Dengan demikian, kualitas perlindungan negara terhadap TKI di luar negeri akan meningkat juga hasil dari perbaikan sistem yang dilakukan akan meminimalisir kasus-kasus pelanggaran HAM terhadap TKI di luar negeri.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)?
2.      Bagaimana kondisi TKI di luar negeri?
3.      Faktor apa saja yang menyebabkan tindak kekerasan terhadap TKI?
4.      Bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk menangani kasus hukuman pancung yang dialami TKI?

C.    Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan hal sebagai berikut.
1.      Untuk memberikan pengetahuan tentang apa itu TKI.
2.      Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang keadaan TKI di luar negeri saat ini.
3.      Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai pentingnya pemahaman prosedur TKI agar tidak terjadi kasus penyiksaan.
4.      Untuk mengetahui bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk menangani kasus hukuman pancung yang dialami TKI.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    KAJIAN TEORI
TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah (Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri).
Sebelum calon TKI bekerja di luar negeri, ada beberapa proses yang dilewati. Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan:
a.       berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun, kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
b.      sehat jasmani dan rohani;
c.       tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
d.      berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat.                                                  
Setelah melewati tahap di atas, seorang TKI akan dihadapkan pada suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja menurut UU No. 39 Tahun 2004 adalah “Perjanjian tertulis antara Tenaga Kerja Indonesia dengan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban ,masing-masing pihak”. Dengan demikian suatu perjanjian kerja sudah memuat antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan apabila dalam praktiknya terdapat penyimpangan-penyimpangan, maka pihak yang menyimpang tersebut dikenakan sanksi hukum.
Seorang TKI dilindungi oleh sebuah lembaga yakni BNP2TKI. BNP2TKI adalah sebuah lembaga pemerintah Non Departemen di Indonesia yang mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan Tenga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006. Tugas pokok BNP2TKI adalah: (1). Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan; (2). Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: dokumen; pembekalan akhir pemberangkatan (PAP).
Untuk meminimalisasi dampak negatif dari pelayanan penempatan dan perlindungan TKI, campur tangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah secara integral sangat dibutuhkan, guna mencegah TKI menerima pekerjaan-pekerjaan yang non-remuneratif, eksploitatif, penyalahgunaan, penyelewengan serta menimalisir biaya sosial yang ditimbulkanya. Sehingga dapat menimbulkan perasaan aman dalam diri TKI yang bekerja di luar negeri.

B.     PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), seorang tenaga kerja yang berasal dari Indonesia sangat membutuhkan jaminan hukum atas dirinya ketika bekerja di luar negeri. Dalam hal ini, upaya perlindungan HAM terhadap TKI merupakan sesuatu yang dianggap penting mengingat banyaknya terjadi kasus-kasus pelanggaran yang menimpa TKI di luar negerti seperti kasus yang menimpa Satinah, Sumiyati, Darsem, dan kasus lainnya.
Pelanggaran yang terjadi kepada para TKI umumnya dilatarbelakangi oleh minimnya pengetahuan majikannya tentang hak dan kewajiban TKI yang bekerja di luar negeri disamping pengetahuan terhadap hak yang dimiliki oleh TKI itu sendiri. Mengacu pada hal di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus-kasus penyiksaan yang diterima TKI di luar negeri. Adapun faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1.    Kemampuan berbahasa yang tak memadai;                
2.    Kemampuan membaca dan memahami budaya;
3.    Kemampuan intelektualitas;
4.    Lemahnya hukum yang diberikan pemerintah kepada warga negaranya yang bekerja sebagai TKI di luar negeri.

Dalam permasalahan ini yang akan dibahas adalah kasus Satinah. Satinah salah seorang TKI asal Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang mengadu nasib di Arab Saudi yang tengah memperjuangkan nasibnya dalam hukuman pancung yang menerpanya. Ia didakwa atas tuduhan membunuh majikannya serta mencuri uang sebesar 37.970 riyad atau sekitar Rp 100 juta. Satinah adalah TKI legal lewat PT. Djasmin Harapan Abadi. Dia ditempatkan di Provinsi Al Qassim untuk bekerja di keluarga Nura Al Gharib.
Kasus bermula pada pada tahun 2007, ketika Satinah tengah memasak di dapur tiba-tiba saja majikannya membenturkan kepala Satinah ke tembok tanpa sebab karena dari pengakuan Satinah bahwa dirinya kerap kali disiksa oleh majikannya tersebut.  Mencoba membela diri, Satinah pun memukul tungkuk majikannya dengan alat adonan roti. Akhirnya majikannya pun pingsan dan sempat mengalami koma di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal. Satinah sempat menyerahkan dirinya ke polisi dan mengakui perbuatannya, di sana ia diberikan kesempatan untuk menghubungi keluarganya atas kasusnya tersebut namun tidak ada kejelasan perlindungan atas dirinya, sejak itulah dia di penjara.
Dalam persidangan syariah tingkat pertama pada 2009 sampai kasasi 2010, satinah divonis hukuman mati atas tuduhan melakukan pembunuhan berencana pada majikan perempuannya, Nura Al Gharib. Awalnya Satinah direncanakan dihukum mati Agustus 2011, namun ditunda. Menurut data dari Kementrian Luar Negeri, waktu eksekusi Satinah telah ditunda selama lima kali, yakni pada Juli 2011, 23 Oktober 2011, Desember 2012, Juni 2013, dan Februari 2014. Terakhir tenggat waktu eksekusi ditentukan tgl 3 April 2014.
Selama dua tahun menjalani proses persidangan Satinah tidak didampingi oleh pengacara, penerjemah maupun konselor serta pemerintah baru mengetahui kasus ini pada tahun 2009. Hal tersebut mengakibatkan berkas perkara Satinah dianggap tidak memenuhi prinsip-prinsip fairness (berkeadilan) sesuai hukum Internasional. Pemerintah Indonesia telah berupaya melakukan negoisasi dengan keluarga majikan Satinah agar Satinah bisa terbebas dari hukuman mati.
Seiring proses negoisasi, akhirnya keluarga korban memberikan maaf, dan meminta diyat sebesar 500 ribu riyal atau sekitar Rp. 1,25 miliar. Diyat adalah denda yang harus dibayar oleh seorang pelaku atas tindakannya terhadap korban. Namun, entah karena faktor apa sehingga diyat tersebut naik menjadi 7 juta riyal atau sekitar Rp. 21 miliar. Para pengamat politik memaparkan bahwa telah terjadinya indikasi mafia diyat atas kasus hukuman mati yang menimpa TKI khususnya Satinah. Pemerintah seharusnya tidak wajib membayarkan diyat untuk Satinah karena hal tersebut telah ada dalam kontrak perjanjian antara pelaku dan korbannya. Dalam hal ini, posisi pemerintah harusnya sebagai pendamping dan menjadi alat pengawasan terhadap berlangsungnya proses hukum yang berlaku.
Meskipun demikian, fakta menyatakan sebaliknya. Artinya, kasus yang menimpa Satinah ini bukan kasus yang terjadi pertama kali, seperti hal serupa yang dialami Siti Zaenab di tahun 1999, sampai pada kasus pembayaran diyat kontroversi Darsem oleh pemerintah. Sejak 2004, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pasal 7 (e). UU tersebut menegaskan, pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna-penempatan.
Dalam menempatkan TKI di luar negeri, Pasal 27 Ayat (1) dan (2) juga menegaskan bahwa penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Meski undang-undang dengan tegas melarang penempatan TKI ke negara yang tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI atau yang aturannya tidak melindungi pekerja asing, Pemerintah Indonesia membiarkan dan bahkan memfasilitasi jutaan warga dikirim ke Arab Saudi yang jelas-jelas tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI.
Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Arab Saudi jelas-jelas melegalkan perbudakan. Pihak yang pertama kali wajib dituntut pertanggungjawaban atas hukuman mati yang menimpa Satinah dan TKI lainnya di Arab Saudi adalah Pemerintah Indonesia karena pemerintah telah melanggar ketentuan undang-undang perlindungan TKI. Manifestasi dari pelanggaran ini adalah para perempuan seperti Satinah dikirim ke Arab Saudi.
 Dalam sistem perbudakan yang dijalankan Arab Saudi, mayoritas TKI yang bekerja di sektor domestik sangat rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan oleh majikan dan pihak lain di negara tujuan tanpa memiliki akses atas keadilan. TKI yang menjadi korban pembunuhan atau membunuh karena membela diri akan bernasib sama. Pemerintahan yang mengirimkan rakyatnya ke negara seperti ini adalah pemerintahan yang kurang bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya sendiri. Setelah rakyatnya dijatuhi hukuman mati sebagai konsekuensi dari pelanggaran pemerintah terhadap hukum perlindungan TKI, pemerintah masih juga mempertanyakan apakah negara harus membayar diyat.
 Ratusan kasus hukuman mati dan beragam kekerasan yang menimpa TKI tidak akan terjadi seandainya pemerintah menjalankan ketentuan undang-undang, yaitu melarang dan menindak tegas penempatan TKI ke Arab Saudi dan negara-negara lain yang jelas-jelas tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI dan yang melegalkan perbudakan.
Kewajiban pemerintah untuk membayar diyat bagi pembebasan Satinah semakin jelas jika mengikuti fakta penanganan kasus Satinah yang diangkat Migrant Care dan keadilan bagi TKI. Ada indikasi pemerintah kurang serius dalam menangani kasus Satinah. Sebenarnya apabila merujuk pada permenaker No: PER-23/MEN/V/2006 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, di sana terdapat hak-hak TKI jika memiliki permasalahan ketika pra penempatan, masa penempatan, dan purna penempatan. Asuransi TKI adalah suatu bentuk perlindungan bagi TKI dalam bentuk santunan berupa uang sebagai akibat resiko yang dialami TKI sebelum, selama dan sesudah bekerja di luar negeri.
Meskipun pada akhirnya pemerintah ikut menyumbang dalam pembayaran diat Satinah, namun hal tersebut dianggap kurang menunjukkan langkah tepat dan cepat. Presiden mengabaikan keadilan bagi TKI. Jutaan TKI mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Pertaruhan nyawa ini menghasilkan devisa bagi Negara. Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) jumlahnya mencapai Rp 88,6 triliun (tahun 2013). Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar Rp 67,87 triliun.
Apabila dikalkulasikan dengan uang tunai yang dibawa TKI sendiri atau dititipkan kepada sesama teman atau yang dikirimkan lewat jasa lain di luar perbankan, devisa yang dihasilkan TKI mencapai Rp 120 triliun per tahun. Selain devisa, TKI juga berkontribusi dalam pengurangan pengangguran, kemiskinan, dan bergeraknya perekonomian daerah. Apalah artinya Rp 21 miliar untuk diyat bagi Satinah dibandingkan dengan triliunan devisa yang dihasilkan para TKI dan berbagai manfaat yang diambil negara dari TKI.
Bukan hanya dalam kasus Satinah, ketidakseriusan pemerintah dan DPR dalam mewujudkan perlindungan bagi TKI terlihat dari beberapa indikasi. Salah satunya adalah pengurangan anggaran perlindungan TKI. Ketika devisa yang dihasilkan TKI meningkat, anggaran yang dialokasikan untuk perlindungan bagi TKI justru merosot. Padahal, masih ada ratusan TKI yang terancam hukuman mati yang membutuhkan anggaran untuk pembelaan.
Hukuman mati yang dihadapi Satinah bukanlah tindak pidana personal belaka. Ada pengabaian tanggung jawab negara di dalamnya. Bukan hanya tanggung jawab dalam menjalankan amanat undang-undang, melainkan juga tanggung jawab untuk merevisi undang-undang dan mewujudkan perubahan. Selain itu, kurangnya ketersidaan lapangan pekerjaan di Indonesia menjadi faktor utama penyebab warga negara Indonesia memilih bekerja di luar negeri untuk menjual tenaganya atau sering dikategorikan buruh migran khususnya Tenaga Kerja Indonesia.
Dalam hal perspektif pembangunan, menurut teori Fei-Ranis (1961) menyebutkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa Indonesia membutuhkan peningkatan kualitas khususnya sumber daya manusia yang dimilikinya. Berkaitan dengan permasalahan TKI, langkah yang diperlukan adalah dengan melakukan pembenahan sistem dan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI khususnya pola penyalurannya ke negara tujuan, yang sudah seharusnya ditujukan ke negara yang telah memiliki perjanjian tertulis agar meminimalisir kasus-kasus yang terjadi ke depannya.
Selain itu, tingkatkan pengawasan kepada setiap calon TKI agar tidak terjadi TKI ilegal serta meningkatkan pelatihan dan pendidikan secara bertahap untuk seorang buruh migran yang bekerja di luar negeri agar tidak hanya formalitas belaka. Dengan demikian, akan terciptanya suatu sinergi antara pemerintah dan rakyatnya khususnya bagi seorang TKI yang menjadi penghasil devisa terbesar kedua di Indonesia, yang memang sudah seharusnya hak-haknya dilindungi oleh negara khususnya perlindungannya menjadi seorang buruh migran.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Permasalahan yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri khususnya di Arab Saudi merupakan tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah dengan pembenahan sistem dan mekanismenya maupun warga negara Indonesia terutama yang memilih jalur untuk menjadi seorang buruh migran ke luar negeri.
Satinah hanyalah sepotong contoh kasus permasalahan yang  menimpa TKI di luar negeri terlebih pada kasus penyiksaan yang melibatkan dua negara yang belum memiliki perjanjian tertulis secara tegas serta negara yang menjadi objek kerja TKI melegalkan perihal perbudakan. Sebenarnya moratorium telah dilakukan antara kedua negara namun penjajakan moratorium tersebut belum dilaksanakan secara optimal. Selanjutnya, guna mencegah meningkatnya kasus-kasus serupa maka diperlukan suatu pembenahan secara konkret dari pemerintah selaku lembaga penyelenggara negara dengan melakukan perbaikan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI khususnya yang bekerja di Arab Saudi agar kasus-kasus tersebut tidak terulang kembali.

B.     SARAN
Dalam penulisan makalah ini tidak dijelaskan secara eksplisit prosedur penempatan dan perlindungan TKI mulai dari pra pemberangkatan, pemberangkatan, dan pasca pemberangkatan. Meskipun demikian, diharapkan dengan hasil analisis terhadap kasus Satinah ini dapat dijadikan acuan setidaknya pengambilan sikap yang tepat dari para aspek yang terlibat agar meminimalisisr kasus-kasus penyiksaan TKI yang sudah menyalahi prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.



DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.


Pusat Kajian Wanita dan Gender. (2007). Hak Azasi Perempuan Instrumen
Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


Azmy, A.S. (2011). Negara dan Buruh Perempuan. Tesis, Program Pasca Sarjana
Ilmu Politik, Universitas Indonesia.


Baharudin, E. (2007). Perlindungan Hukum Terhadap TKI di Luar Negeri Pra
Pemberangkatan, Penempatan, dan Purna Penempatan. Jurnal Ilmiah. 4, (3), 168-176.


Palupi, S. (2014). Kewajiban Negara Bayar Diyat. [Online].


Azis, I. (2014). Kronologi Kasus Satinah, Perjuangan TKI Semarang dari Jerat



3 komentar:

  1. Salam kenal dari saya mbak Romlah sengajah mempublikasikan cerita ini disini, saya bukan sombong tapi saya semata" hanya ingin berbagi kepada anda yang lagi butuh pertolongan.. Saya duluh kerja di malaysia sebagai PRT selama 7 tahun gaji waktu itu kurang lebih 3,5 juta per bulannya namun itu tidak pernah cukup untuk kebutuhan keluarga saya karna setiap bulannya harus membayar hutang piutang orang tua di BANK, singkat cerita.. Sekarang hutang orang tua saya sudah lunas senilai 335 juta dan sekarang saya sudah punya usaha tokoh perlengkapan bayi berkat bantuan MBAH BALAPATI melalui pesugihan putih dana gaib senilai 1 miliar.. Duluhnya saya takut untuk mengikuti pesugihan ini karna saya pikir ada tumbal ternyata tidak ada sama sekali dan jarak jauh pun bisa.. Singkat cerita duluhnya saya cuma melihat komentar seseorang di internet tentang MBAH BALAPATI alhamdulillah ternyata bener" terbukti dan saya salah satu orang yg sudah membuktikannya sendiri.. Siapa tau ada teman yg lagi ada masalah baik keuangan ataupun hal" lainnya silahkan coba konsultasi dengan beliau call/sms di nomer:+6282190534451 anda baik beliau pasti ramah melayani anda.. Muda"han dengan adaNya pesan singkat saya ini bisa bermanfaat.



    Salam bagi teman nak rantau.
    Spirit at work :-)



    BalasHapus
  2. Assalamualaikum Wr. Wb

    Nama saya Aditya Aulia saya mengalami trauma keuangan karena saya ditipu dan ditipu oleh banyak perusahaan pinjaman online dan saya pikir tidak ada yang baik bisa keluar dari transaksi online tapi semua keraguan saya segera dibawa untuk beristirahat saat teman saya mengenalkan saya. untuk Ibu pada awalnya saya pikir itu masih akan menjadi permainan bore yang sama saya harus memaksa diri untuk mengikuti semua proses karena mereka sampai pada kejutan terbesar saya setelah memenuhi semua persyaratan karena permintaan oleh proses saya bisa mendapatkan pinjaman sebesar 350jt di rekening Bank Central Asia (BCA) saya saat saya waspada di telepon saya, saya tidak pernah mempercayainya, agaknya saya bergegas ke Bank untuk memastikan bahwa memang benar ibu kontak sekarang mengalami terobosan pemanasan jantung dalam kehidupan finansial Anda melalui apakah itu BBM INVITE-nya: {D8980E0B} atau apakah kamu ingin mengkonfirmasi dari saya? Anda bisa menghubungi saya melalui surat saya {aditya.aulia139@gmail.com} dan juga Anda bisa menghubungi perusahaan CREDIT UNION DAYA LESTARI via {mail:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}


    WhatsApp Only::::{+33753893351}
    Email:::::::{{aditya.aulia139@gmail.com}}
    {{iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}}

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum Wr. Wb

    Nama saya Aditya Aulia saya mengalami trauma keuangan karena saya ditipu dan ditipu oleh banyak perusahaan pinjaman online dan saya pikir tidak ada yang baik bisa keluar dari transaksi online tapi semua keraguan saya segera dibawa untuk beristirahat saat teman saya mengenalkan saya. untuk Ibu pada awalnya saya pikir itu masih akan menjadi permainan bore yang sama saya harus memaksa diri untuk mengikuti semua proses karena mereka sampai pada kejutan terbesar saya setelah memenuhi semua persyaratan karena permintaan oleh proses saya bisa mendapatkan pinjaman sebesar 350jt di rekening Bank Central Asia (BCA) saya saat saya waspada di telepon saya, saya tidak pernah mempercayainya, agaknya saya bergegas ke Bank untuk memastikan bahwa memang benar ibu kontak sekarang mengalami terobosan pemanasan jantung dalam kehidupan finansial Anda melalui apakah itu BBM INVITE-nya: {D8980E0B} atau apakah kamu ingin mengkonfirmasi dari saya? Anda bisa menghubungi saya melalui surat saya {aditya.aulia139@gmail.com} dan juga Anda bisa menghubungi perusahaan CREDIT UNION DAYA LESTARI via {mail:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}


    WhatsApp Only::::{+33753893351}
    Email:::::::{{aditya.aulia139@gmail.com}}
    {{iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}}

    BalasHapus